Selasa, 18 September 2007

Terlanjur Sayang

“Beribu ragu yang kian menyela, tapi diriku terlanjur sayang.
Walau arah mata angin melawan.
Tapi ku bertahan dan ku berjalan

Santun berkata kau pun menanyakan
Mengapa Cinta dipertahankan.
Tetapi haruskah dipertanyakan.
Bila ku terlanjur, ku terlanjur sayang”
(Terlanjur Sayang –Memes-)

Pertama kali mengenalnya kelas 3 SMA. Waktu itu guru BP-ku membawa brosur dan buku penjelasannya lalu menjelaskan di hadapan anak IPS 2. Sejak awal memang tertarik, “beasiswa studi ke Jepang” (Monbukagakusho). Sempat bermain ke Jasso (pusat informasi studi di Jepang) di Summitmas Tower lt. 5, Jl. Sudirman, bersama orang tua. Sempat membaca sebuah buku tebal tentang sejarah dunia yang masih menggunakan ejaan lama tahun 50-an. Sempat ingin mengikuti seleksinya, hingga kesibukan mendaftar kuliah di Fakultas Psikologi UI melalui jalur PPKB (PMDK) membuatku tak sempat lagi.

Setahun berlalu setelahnya, melewati masa berstatus Maba (mahasiswa Baru), lalu mulai dapat “membuka mata” kembali. Suatu peristiwa terjadi, sehingga aku ingin sekali pergi jauh-jauh dari Psikologi UI. Entah bagaimana ingat kembali Monbukagakusho. Menemukan kembali gairah belajar layaknya anak SMA, aku mengunjungi Kedubes Jepang di dekat bundaran HI untuk mengikuti seleksi dokumennya. Sebulan kemudian mendapatkan kejutan, karena ternyata lolos seleksi awal dan berhak mengikuti seleksi tertulis. Oow...itu berarti kembali membuka buku-buku Matematika Dasar, Sejarah, dan Bahasa Inggris. Maka belajarlah aku, saat liburan semester 2.

Tidak sulit menjangkau lokasi tes, karena berada di area “comfort zone”ku yaitu gedung Pusat Studi Jepang, Universitas Indonesia. Datang sendiri lalu menikmati wajah-wajah serius anak-anak yang baru saja lulus SMA. Siapa sangka ternyata teman seperjuanganku soal beasiswa, Ayu, ada di sana. Ha ha ha..tau gitu kita belajar bareng, daftar bareng, dan apa aja deh bareng^^.

Ujian berlangsung, layaknya ujian lain. Hening, serius dan “seru”. Meski pada akhirnya ternyata aku tidak lolos seleksi bagian ini, terus terang aku puas sudah melakukan apa yang dulu sempat kuinginkan. “Nyoba lagi tahun depan Yu?”. Hehehe...niatnya sie begitu, tapi kan tahun berikutnya aku udah nyaris lulus kuliah S1 di Psikologi (begitu juga Ayu di HI).

Monbukagakusho adalah beasiswa paling menggiurkan yang pernah kudengar. Tunjangan hidup penuh (di negara dengan biaya hidup termahal—lebih mahal dibandingkan Amerika), bebas biaya kuliah dan biaya-biaya lain. Benar-benar Cuma bawa diri. Tapi ya itu dia, karena menarik, tentu nggak mudah. (Ya iyya lah...).
Selanjutnya apa?. Pantang menyerah aku dan Ayu terus memantau beasiswa tersebut, masih ada kesempatan jalur Research Program baik lewat Kedubes maupun langsung dengan profesor di pihak universitas bersangkutan.

Bagi pencari beasiswa ke Jepang, tentu sudah familiar dengan “Japan Education Fair” alias Pameran Pendidikan Jepang, di mana akan berjejer stan-stan dari berbagai universitas di Jepang. Sekedar informasi, tahun depan akan diadakan pada tanggal 10 Februari 2007 (dengan antusias, udah nanya ke Jasso ^^). Buat yang belum pernah dateng, silahkan datang (udah kaya penyelenggaranya aja...), biasanya si di JCC Plenary Hall. Tahun lalu aku, Lian, n Rani bela-belain dateng biar banjir melanda Jakarta, dan Alhamdulillah saama sekali nggak nyesel.

Monbukagakusho membuatku mengenal Jepang. Menghapal Hiragana dan sedikit Katakana. Menonton film dan mendengarkan lagu-lagu Jepang. Mencari info-info dan seterusnya. Kini aku telah jatuh cinta. Hingga suatu hari datanglah informasi terbaru, bahwa mulai tahun ini, beasiswa tersebut akan dialihkan ke negara Afrika (porsi untuk Asia dikurangi drastis). Waks... Info dari Ayu, kaka angkatannya “dapet”, tapi tanpa tunjangan biaya hidup.

What should I do???. ^^

Sumber: www.jasso.or.id
milis beasiswa rektorat UI internationaloffice@yahoogroups.com
Kedubes Jepang www.id.emb-japan.go.jp
Website “study in Japan” www.studyjapan.go.jp/in/index.html

Tidak ada komentar: