Kamis, 16 Januari 2014

Tentang Jepang yang Saya Rindukan

Tinggal di negara Jepang selama satu tahun membuat saya merasakan keterikatan hati dengan negeri empat musim tersebut, khususnya pada kota kecil Saijo, bagian dari Hiroshima. Terkadang saya merindukan beberapa hal dari Jepang. Berikut ini hal-hal yang membuat saya ingin kembali mengunjunginya:

1. Bahasa Jepang
Setiap melihat film berbahasa Jepang di TV saya jadi senyum-senyum sendiri. Saya rindu orang-orang Jepang berbicara bahasa Jepang. Rindu kebodohan saya sehingga tidak mampu memahami maksud mereka. Rindu dengan logat mereka dan ekspresi mereka yang seringkali berlebihan saat berbicara. NIhonggo ga sabishii ne.

Kagamiyama Koen, taman di dekat universitas Hiroshima
2. Kedamaian
Saijo merupakan kota kecil yang dikelilingi gunung. Tak banyak hiburan, sulit tersentuh dunia luar. Saya merasakan kedamaian dalam menjalani kehidupan. Apalagi masalah saya berkenaan dengan Indonesia dan orang-orangnya terasa begitu jauh dan begitu lampau. 

3. Teknologi yang canggih
Minuman kaleng
Jepang memiliki teknologi yang luar biasa majunya. Hampir semua hal berhubungan dengan mesin. Mulai mesin minuman kaleng, kopi, foto, tiket kereta, bayar bis, nyaris semua hal. Saya sempat berfikir betapa semua itu mengurangi lapangan pekerjaan SDM di Jepang. Tapi bagaimanapun teknologi membuat kehidupan jadi lebih mudah sehingga manusia bisa meninggalkan pekerjaan rutin dan fokus pada hal yang membutuhkan pemikiran. Saya rindu teknologi mereka. Rindu kemudahan hidup di sana.

4. Tokyo
Baru sekali mengunjungi Tokyo, rasanya ingin kembali ke sana lagi. Orang-orang berlalu lalang dengan kecepatan tinggi. Tidak ada jalan lambat macam saya di Indonesia. Begitu hidup dan enerjik. Belum lagi berbagai keajaiban semisal kereta di bawah dan atas laut, bawah tanah, dan lebih bawah bawah tanah lagi. Saya bagaikan seorang Alice in wonderland. Norak celingak celinguk mengagumi semuanya.

5. Keramahan
Diluar dugaan saya, banyak orang Jepang yang ramah dan suka menolong. Saya yang celingak-celinguk kebingungan cari kursi di Shinkansen (kereta super cepat) langsung ditolong oleh seorang ibu yang ramah. Saat di Tokyo seorang polisi yang prihatin melihat saya menatap petunjuk pembelian tiket segera menghampiri dan membantu saya membeli tiket di mesin tiket. Sering juga saya ditunjukkan arah oleh orang yang saya temui. Mereka nampaknya senang menolong orang asing.

6. Seni
Time according to Salvador Dali (1904-1989)
Source: http://www.indiana.edu/~geol105b/1425chap6.htm
Seni lukis dan musik klasik adalah hal yang saya minati. Namun di Indonesia saya kurang paham dimana bisa menemui keduanya. Betapa beruntungnya saya saat di Jepang keduanya bisa saya nikmati dengan gratis. Sebagai "alien" (mereka memberi kartu pendatang bernama "Alien Registration Card") saya memiliki hak mengunjungi berbagai tempat wisata di Hiroshima dengan gratis. Tentu saja saya langsung meluncur ke berbagai museum seni lukis yang ada. Rasanya seperti mimpi saja saat berhadapan dengan karya Picaso, yang sumpah saya tidak mengerti maksudnya. Belum lagi saat bertemu karya Salvador Dali: Time. Haduh saya seperti perlu dicubit. Dulu saya melihatnya di buku kesenian SMA, lalu akhirnya saya bisa melihat karya aslinya yang misterius. Sepertinya saya merasakan apa yang Andrea Hirata rasakan tentang Edensor.


7. Bersepeda
Bersepeda menuju kampus maupun kemanapun sekitar Saijo merupakan hal yang lazim. Jalur sepeda yang luas membuat kegiatan bersepeda jadi hal yang nyaman dan aman. Hemat tanpa ongkos, plus sehat pula. Berat badan saya stabil, tubuhpun terasa segar. Rindu dengan itu semua. 
Sepeda kesayangan saya

8. Transportasi Umum
Di Indonesia dengan terpaksa saya harus bisa bersepeda motor. Transportasi umum yang belum nyaman dan aman merupakan motivator tersendiri. Di Jepang, bus, kereta, pesawat, semuanya tepat waktu. Di tambah lagi suasananya aman dan nyaman. Sungguh bisa diandalkan. Saya yakin sekali, kalau di negara ini transportasi umumnya aman dan nyaman seperti di sana, maka rakyat tidak perlu berbondong-bondong membeli sepeda motor dan mobil. 

9. Kebersihan
Sebagian wilayah Jepang yang saya kunjungi terlihat sangat bersih. Pembangunan merata bahkan di Jepang daerah pedesaan. Kebersihan di negara itu tak lepas dari majunya pengelolaan sampah. Tempat sampah minimal tersedia tiga. Jenis-jenis sampah pun dibedakan menjadi tujuh (seingat saya). Sosialisasi dilakukan dengan menempelkan selebaran di dekat tempat sampah. Akibatnya penduduk Jepang memahami sampah apa dibuang di mana. Belum lagi peraturan apabila sampah yang dibuang tidak sesuai dengan kelompok jenisnya, maka sampah sang pembuangnya akan dikembalikan lagi ke pemiliknya. Walhasil penduduk Jepang membuang sampah dengan tertib. Selain itu mungkin mereka juga dididik untuk disiplin membuang sampah dengan benar. Hasilnya, sungai terlihat jernih, jalanan bebas dari sampah, dan udara juga terasa segar. 

Demikian beberapa hal yang saya rindukan tentang Jepang. Saya harap suatu saat dapat mengunjungi negeri sakura yang selalu saya kenang. Salam.

Tidak ada komentar: