Selasa, 06 Mei 2008

Kenapa Merokok?

Menjadi perokok berat merupakan hasil dari proses eksperimen yang umumnya dimulai sejak masa remaja. Mula-mula individu mencoba merokok, merasakan tekanan rekan sebaya untuk merokok, dan mengembangkan sikap tentang seperti apa seorang perokok. Setelah melalui proses-proses tersebut, barulah individu menentukan apakah akan terus mengkonsumsi nikotin atau tidak. Dalam proses tersebut peran teman sebaya menjadi penting mengingat akan tahapan perkembangan remaja yang menitikberatkan pada penerimaan dari rekan sebaya.
Berbagai faktor meliputi fisiologis, psikologis, dan faktor-faktor sosial menjadi alasan seseorang menjadi perokok (Lichtensein & Glasgow dalam Taylor, 1999). Faktor-faktor tersebut menentukan apakah seorang remaja memulai merokok.

Berikut ini faktor-faktor yang menentukan apakah seorang remaja mulai merokok:
a. Faktor biologis
Secara biologis, masing-masing orang memiliki reaksi yang berbeda terhadap konsumsi rokok.Beberapa tidak kecanduan, lainnya terstimulasi atau malah menjadi depresi karena konsumsi nikotin (Pomerleau & Pomerleau dalam Taylor, 1999). Penyebab lain seseorang merokok adalah kondisi mood (Tschann et. al. Dalam Taylor, 1999) juga diasosiasikan dengan peningkatan fungsi testosteron (Bauman et. al. Dalam Taylor, 1999).
b. Pengaruh keluarga dan sosiokultural
Seorang remaja cenderung memulai merokok jika orang tua mereka merokok, jika mereka berada dalam kelas sosial rendah, dan jika terdapat tekanan sosial untuk merokok (Foshee & Bauman; Swaim et.al.dalam Taylor, 1999).
c. Stres
Perokok dewasa memiliki persepsi stres yang lebih tinggi dibandingkan mereka yang tidak merokok (Crohan et.al, 2006). Hal tersebut kemungkinan berkaitan dengan fungsi rokok bagi sebagian orang yaitu untuk mengatasi stres yang dialami.
d. Harga diri
Studi Croghan et. al. (2006) menunjukkan bahwa perokok memiliki harga diri yang lebih rendah dibandingkan orang yang tidak merokok. Hal tersebut tidak berkorelasi dengan gender perokok, dalam artian perokok wanita tidak lebih rendah harga dirinya dibandingkan perokok pria. .
e. Body image
Terdapat asosiasi bahwa perokok wanita memiliki kepuasan akan body image yang lebih rendah dibandingkan perokok pria. Baik pada kedua jenis gender, body dissatisfaction dikaitkan dengan frekuensi merokok yang lebih sering, namun pada body dissatisfaction perokok wanita lebih tinggi dibandingkan perokok pria (Croghan et. al., 2006).
f. Pengaruh model yang merokok
Imej dari seorang perokok adalah faktor yang signifikan dalam mengawali merokok. Seorang yang beranjak remaja mengembangkan imej seorang perokok yaitu pemberontak, kuat, dewasa, dan individu yang meentang lembaga-lembaga yang telah ada (Dinh et. al.dalam Taylor,1999). Apabila imej tersebut begitu didam-idamkan oleh seorang remaja, maka ia akan cenderung merokok guna mendapatkan imej tersebut. Hal tersebut berkaitan dengan perilaku mengimitasi perilaku orang lain yang merupakan akibat dari rendahnya harga diri, ketergantungan, ketidakberdayaan, dan isolasi sosial (Bandura dalam Taylor, 1999). Konsisten dengan penemuan tersebut, murid dengan prestasi rendah, berjenis kelamin wanita, murid dengan locus of control eksternal, dan murid dengan self-efficacy yang rendah (Park et.al. dalam Taylor, 1999) cenderung merokok dibandingkan murid-murid laki-laki dan murid-murid dengan harga diri yang tinggi, locus of control internal, dan self-efficacy yang tinggi.
g. Pengaruh media massa
Media massa memiliki andil dalam mengkampanyekan kebiasaan merokok. Diantaranya dengan adanya iklan-iklan rokok dengan model yang ideal, kover majalah yang menampilkan perokok, juga tayangan film yang menampilkan adegan merokok.
h. Pengaruh rekan sebaya
Pada remaja perilaku merokok cenderung disebabkan oleh pengaruh rekan sebaya (Biglan et. al. Dalam Taylor, 2006). Agar diterima oleh kelompoknya, remaja melakukan konformitas salah satunya dengan cara merokok.


Referensi:
Taylor, S. E. (1999). Health Psychology (4th ed.). USA: McGraw-Hill.
Croghan, I.T. et. al. (2006). Is Smoking Related to Body Image Satisfaction, Stress, and Self-esteem in Young Adulst. American Journal of health Behavior. 30, 3. 322-333.


ps: ini tulisan buat penelitian klinis yang gagal ditampilkan karena ganti judul penelitian, hiks..T-T daripada dibuang, numpang di blog aja dech. Moga bermanfaat...

Tidak ada komentar: