Pikiran berlompatan sejak kita membuka mata, bahkan juga saat kita menutupnya. Pikiran yang berlarian menyesali ini dan itu, berharap kedaan berubah saat bangun di pagi hari, tapi keadaan malah menetap dengan bandelnya. Mungkin ini saatnya memandang kertas putih dibandingkan titik hitam. Ketika ada titik hitam di atas kertas yang putih bersih kebanyakan orang akan memandang sisi kecil mungilnya dibanding keseluruhan latar. Ayo kita melihat titik putihnya, mari melihat kemenangan apa yang kita dapatkan pagi hari ini.
Bagi saya, kemenangan pagi hari saya adalah tidak berangkat ke tempat kerja, bermacet-macetan, meninggalkan anak-anak di rumah tak terurus. Kemenangan pagi hari pertama saya adalah tetap menjadi ibu rumah tangga yang ada di rumah saja. Ada saja yang mengusir-usir saya dengan dalih sayang ijazahnya ( siapa sih yang peduli ijazah orang lain?). Hanya keterpaksaan yang bisa membuat saya keluar meninggalkan anak-anak demi uang: pertama perceraian, kedua kematian kepala keluarga. Saya harap keduanya tidak terjadi, sehingga saya bisa tetap di rumah guna menikmati dua kemenangan lainnya.
Kemenangan kedua saya hari ini adalah bangun dalam kondisi sehat. Sehat yang bukan hanya sekedar tidak sakit, tapi sehat dalam kondisi mampu latihan beban 5 kilo kali 2 dumbbell. Sehat dalam artian mampu melekukkan tubuh dengan fleksibel dan bergerak dengan ringan dan lentur. Sehat dengan kebermanfaatan bisa menyelesaikan pekerjaan sebagai ibu rumah tangga tanpa bantuan asisten. Sehat dalam kondisi berat badan 56.5kg (tidak melewati 60kilo) dan terus berdiet meskipun terus juga dikatai gendut. Sejujurnya saya muak kesana-kemari dikatai gendut, padahal yang mengatai pun jauh sekali dari postur Sophia Latjuba dan Ade Rai. Sepertinya enak sekali mengatai orang, seolah dengan begitu berlaku sihir yang bisa mengubah tubuh jadi langsing bugar seketika. Oleh karenanya saya memutuskan terus diet dan olahraga bukan untuk pujian atau lantaran makian, semata-mata hanya karena cinta. Cinta pada diri sendiri, cinta pada diet dan olahraga. Awalnya hubungan kami transaksional. Saya yang dulu mencinta diri saya, diet, dan olahraga dengan syarat ketentuan berlaku. Namun, seiring waktu menerima berkali-kali hinaan, saya semakin sadar bahwa kami saling mencintai, dan itu berarti mereka tidak akan bisa memisahkan kami apapun hinaan mereka. Diet dan olahraga membantu saya menemukan seseorang yang ternyata paling tulus mencintai diri saya, yang tak lain dan tak bukan ternyata diri saya sendiri.
Kemenangan ketiga saya hari ini adalah bisa terus belajar. Saya selalu ranking di kelas, sejak TK bahkan. Masuk UI lewat jalur undangan karena rapor yang indah dipandang dan pastinya karena sudah ditakdirkan. Lalu pergi ke Jepang, tinggal setahun di sana karena keberuntungan. Semua keberuntungan yang disertai giat belajar tentu. Tapi terlepas dari banyak hal yang menjadi efek ketekunan di sekolah, nasib finansial saya bisa jadi tidak lebih baik dari yang tidak ranking. Jadi kalau belajar hanya sekadar demi kekayaan, saya rasa itu tujuan yang melenceng dan tak relevan. Kenyataannya tidak harus lulusan UI untuk sukses di dunia kerja, tidak musti lulusan luar negeri untuk mudah memperoleh pekerjaan, ada faktor koneksi, keberuntungan, dan banyak hal lain. Tapi disinilah saya terus belajar, sederhana karena semata saya mencintai ilmu pengetahun dan ia membalas kecintaan saya dengan limpahan pencerahan. Ada masanya ketika hidup dengan berhenti membaca, saat itu adalah masa kegelapan dimana kesedihan dan putus asa menyelimuti saya. Saya pun kembali membaca, kembali belajar bahasa Jepang, kembali menyimak kajian yang meluaskan pikiran saya. Terus belajar karena kecintaan akan ilmu pengetahuan. Rasa cinta yang ternyata lebih sederhana dibandingkan hubungan cinta dengan sesama manusia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar