Tiga bulan menuju ulang tahun saya yang ke 35. Sembari menghitung mundur usia yang semakin berkurang, saya ingin berbagi 35 hal yang saya pelajari selama 35 tahun ini. Semoga bermanfaat bagi teman-teman, khususnya bagi yang berusia lebih muda dibandingkan saya.
1. Belajar angkat beban selain
kardio.
Senang sekali dengan hadirnya
youtube channel Mas Ade Rai yang sangat informatif dan mencerahkan. Rasanya
menyesal baru mengenal dunia angkat beban di usia 34 menjelang 35. Kondisi
tubuh sepertinya sudah kehilangan banyak otot seiring bertambah usia plus
sering kardio pula. Dulu lari di pagi hari 5k sampai 10k jadi kebiasaan harian.
Seiring bertambah usia, kardio tidak lagi cukup untuk mengimbangi cepatnya laju
berkurangnya massa otot. Alangkah baiknya bila saya tahu lebih awal dan mengawali
angkat beban di usia 20an. Dengan angkat beban, tak hanya otot yang meningkat,
kepercayaan diri, fokus, mood, semua menjadi lebih stabil dan terkendali. Bonus
berat badan turun, tubuh semakin kuat, dan bebas penyakit.
2. Belajar menutup mulut
Ada baiknya puasa berjangka,
mengurangi jam makan, memperbanyak jam puasa. Lebih baik lagi puasa sunnah sebagai
pelengkap puasa wajib. Tapi saya terus terang sangat payah soal puasa sunnah.
Saya hanya sanggup puasa berjangka dengan jendela puasa sekitar 16 jam hingga
18 jam. Di masa puasa basah ini masih minum air putih, jadi tidak terlalu sulit
jika terbiasa. Efeknya luar biasa. Tubuh terbiasa mengandalkan lemak tubuh
sebagai sumber energi. Tidak bergantung pada gula dan karbohidrat, santai saja
tidak harus selalu makan. Tubuh menjadi sehat, Alhamdulillah di usia ini tidak
ada keluhan kesehatan, jauh lebih sehat dibandingkan sebelum mengenal puasa
berjangka.
Selain menutup mulut dari makanan,
ada baiknya menutup mulut pula dari perbincangan yang tidak perlu. Ada kalanya
pihak luar mencoba memprovokasi kita dengan kata-kata yang menyakitkan, maka
itulah saatnya belajar menutup mulut. Tidak semua layak untuk ditanggapi dengan
serius. Cukup didiamkan dan dihindari, waktu kita terlalu terbatas melayani hal
yang tidak perlu. Untuk apa menyenangkan mereka yang ingin kita terpancing,
berakhir menyesali ledakan emosi. Cukup diam dan menghindar, selamat.
3. Berdamai dengan tetangga
Ada kalanya saat bertetangga ada konflik, atau terjadi kerusakan dan kerugian yang kita alami. Antara membicarakannya dengan tetangga, atau memendam saja dan menyelesaikannya sendiri, saya sarankan mengalah saja. Belum tentu keberatan dan keluhan kita akan terselesaikan, bahkan bisa jadi semakin runyam. Jika demikian, maka hidup bertetangga menjadi kurang nyaman, dunia pun terasa sempit. Sekedar pagar rusak, maka diam saja dan perbaiki. Daripada anak dikucilkan, saling sapa menjadi hilang. Mengalah saja dan lanjutkan hidup dalam damai.
4. Berharap memiliki apa yang telah dimiliki
Hidup di masa dimana materialisme menjadi agama, sulit rasanya berhenti mengejar produk keluaran terbaru. Lebih besar, lebih canggih, dan lebih lainnya. Saya bersyukur di usia ini Alhamdulillah mencapai kemapanan yang dulu saya cita-citakan. Jadi cukup sudah, apa yang kini dimiliki adalah apa yang dulu diinginkan. Untuk apa mengejar yang lebih dan lebih. Dengan status ibu rumah tangga tidak menginginkan menjadi wanita karir. Dengan rumah mungil tidak menginkan rumah tingkat. Maka bahagialah hati. Merasa cukup, tanpa ambisi, santai menikmati hari-hari.
5. Berhenti kecanduan media sosial
Sejak beberapa tahun belakangan saya menghapus semua akun medsos. Hidup tanpa mengecek status orang lain, fokus mengurus keluarga, mendidik anak-anak. Baru akhir-akhir ini kembali membuat akun baru, itupun hampir tidak pernah dibuka. Sejak meninggalkan medsos, saya merasa damai, lebih punya waktu untuk melakukan hal yang benar-benar saya sukai seperti membaca dan menulis. Saya juga berhenti merasa iri dengan kehidupan orang lain lalu mengecilkan nikmat yang saya miliki. Saya berhenti mencari tahu siapa sedang melakukan apa, apakah ada yang membaca status saya, apakah ada yang memberikan like, berhenti mempedulikan hal-hal yang diluar jangkauan saya. Tentu medsos bisa berguna, saya memakai whatsapp, dengan diet grup (hanya grup yang sangat penting yang saya ikuti). Selain itu lebih baik menjalani dunia nyata saja.
6. Hidup ini hanyalah permainan
Terkadang sebagai pemain dalam kehidupan, kitalah sang pecundang. Tanpa gelar, tanpa perhatian dan diremehkan. Terkadang kitalah sang pemenang yang dipuja-puja dan dikerubung massa. Biasa saja, pada akhirnya semua akan game over. Pemenang dan pecundang akan sama lenyap ditelan kematian. Bermain sebaik mungkin di setiap level kesulitan. Bermain dengan ilmu dan keahlian yang memadai untuk naik menuju level tertinggi dalam kehidupan. Level jiwa yang tenang.
7. Kematian adalah hadiah
Siapa yang sangka, adik saya ternyata pergi mendahului saya dan orangtua saya. Tidak mengagetkan bagi saya yang selalu bersiap menghadapi kematian. Sebab kematian adalah kemerdekaan bagi orang beriman. Dalam dunia fana ini, banyak larangan, banyak cobaan, banyak godaan dan bisikan syaitan. Kadang syaitan berwujud manusia yang menyulut amarah, menekan kita hingga depresi, berwujud apa saja. Tidak ada kata santai dari aneka ujian yang mengetes level kita dalam permainan kehidupan. Hanya kematianlah akhir yang dinantikan, saat beristirahat bagi orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan.
8. Berhenti berusaha
Ada kalanya ketika semua telah dipelajari, usaha sudah maksimal, berdoa sudah pula dilakukan, maka saatnya berhenti berusaha. Setelah semua air mata dan tekanan jiwa, maka sudah saatnya berhenti mengandalkan diri sendiri dan mengandalkan pertolongan Allah. Ada kalanya mengangkat bendera putih dan tidak melakukan apapun kecuali diam dan menunggu apakah kejutan selanjutnya. Di kala semua sudah tidak mungkin, semua sudah diupayakan, di saat itulah keajaiban datang, selesai semua persoalan. Semudah itu duka jadi tawa, mendung jadi ceria. Ada Allah tenang saja.
11-35 .......bersambung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar