Terhitung sudah 3 tahun saya menjalani homeschooling. Dimulai dari diminta berhenti bekerja oleh suami, berkenalan dengan ibu Profesional, lalu terdampar di Rumah inspirasi. Perlahan saya mempelajari homeschooling (Hs), apa dan bagaimana. Saya pun mencoba HS usia dini karena minim risiko. Ternyata sekali mencoba enggan meninggalkan HS, sehingga berlanjut hingga saat ini.
Sebagai praktisi saya tidak menganjurkan Anda pun menjalani HS, karena ini jalan yang menyaratkan tekad yang kuat dan semangat untuk terus belajar. Namun jika Anda memiliki keduanya, HS adalah petualangan seru, jatuh bangun, tersesat dan menemukan pencerahan. Ibarat jalan, sekolah adalah jalan tol dimana ada kejelasan langkah mulai dari TK, SD,SMP, SMA, hingga kuliah. Sementara HS adalah jalan pinggiran yang kadang terjal, tersesat, lebih lambat, namun penuh dengan kejutan.
Sukanya dari menjadi seorang ibu HS bagi saya, pertama, punya waktu 1x24 jam bersama anak. Kedua, dengan senantiasa bersama anak saya tidak perlu khawatir sebagaimana apabila dititpkan pada pihak lain. Ketiga, saya punya kontrol penuh akan materi apa yang anak-anak pelajari setiap harinya, apa yang mereka tonton, dan apa yang mereka dengar. Keempat, saya dan suami lebih leluasa menghabiskan dana untuk hal-hal yang betul terkait dengan pendidikan anak. Anak-anak bisa memilih ingin membeli buku apa dan kami menentukan boleh tidaknya. HS memberikan keleluasaan untuk belajar apa pada siapa sesuai dengan minat dan bakat anak-anak. Kelima, kami memiliki koneksi dan relasi yang kuat dengan anak-anak, karena ikut bermain dan belajar bersama-sama. Keenam, saya termotivasi untuk terus belajar dan meningkatkan kualitas diri, sebab saya harus memberikan teladan yang baik dan menjadi rekan belajar putri-putri saya.
Sementara dukanya adalah senantiasa bersama anak kadang menimbulkan kejenuhan dan stres. Apalagi jika HS yang dijalani tidak disertai field trip atau jalan-jalan melihat dunia luar. Sebagai ibu HS sulit untuk bebas melakukan aktivitas sendiri, harus senantiasa membawa dan melibatkan anak-anak. Hal itu terkadang membuat sebagai ibu tidak lagi memiliki keleluasaan melakukan hobi atau kesenangan seperti yang dahulu leluasa dilakukan. Tantangan lainnya adalah double job, mengerjakan pekerjaan rumah tangga sekaligus juga mendidik anak. Jika terjadi sesuatu hanya ibunya yang bisa disalahkan. Hal itu menjadi suatu tekanan tersendiri. Meski sebenarnya itulah fungsi seorang ibu, tidak hanya urusan dapur sumur kasur, melainkan juga urusan pendidikan anak. Namun karena kini kebanyakan orang menitipkan anaknya pada sekolah, fungsi mendidik menjadi diringankan dengan adanya guru sekolah.
Demikian sekilas suka duka menjadi ibu homeschooling. Apapun yang terjadi adalah kewajiban seorang ibu mengasuh dan mendidik anak-anaknya. Oleh karenanya bagi saya HS bukan hanya pilihan melainkan konsekuensi dari menjadi seorang ibu. Hasilnya sejauh ini saya menikmati perkembangan anak-anak dan kejutan manis sebagai buah dari pengasuhan dan pendidikan. الحمدالله رب العلمين
Tidak ada komentar:
Posting Komentar