Catatan tentang pendidikan rumah, psikologi, grafologi, Jepang, dan perjalanan penulis.
Rabu, 30 November 2011
Sakura
Alhamdulillah bisa menikmati indahnya sakura di tempat-tempat yang berbeda: Hiroshima, Iwakuni, Kyoto, Kobe, Himeji, dan Osaka. Yang pertama terasa manis. Pertama kalinya menikmati mekar sakura adalah di taman Sukkeien, kota Hiroshima. Sendiri sampai seorang turis Australia, yang lebih sering keliling Indonesia dibandingkan aku, menyapa. Keindahan sakura di tempat lainnya tak kalah menarik. Dilatari jembatan tua bersejarah (Iwakuni Bridge), 3000 pohon sakura mekar sepenuhnya menghiasai taman-taman dan area sekitar kastil Iwakuni. Ratusan orang berpiknik di bawah sakura yang berguguran tertiup angin musim semi. Tercetus pemikiran menanam sakura di Kebun Raya Bogor atau setidaknya di lahan kosong di samping rumah. Bisakah?.
Perjalanan lain mengantarkanku pada keajaiban sakura di area Kyoto.Kuncup sakura di Kiyomizu Temple dan pesona merekahnya di perjalanan menuju Ginkakuji (Silver temple) dan Ryoanji (Rock Temple). Mulai di sini kutemukan nuansa spiritual. Berawal dari taman pasir Zen Budda. Sebuah keindahan yang berbeda dengan taman-taman lain di "negri matahari terbit". Nuansa misterius dalam kesederhanaan tatanan arah pasir putih.
Sendiri terus kujelajahi Kyoto menuju Kobe Muslim Moque di area Kobe Sannomiya. Cukup sulit menemukan masjid mungil itu di tengah keramaian kota. Tapi pertolongan hadir seperti selalu, hingga kutemukan ia dan sebuah kejutan lain. Sendiri di lantai atas untuk akhwat sampai seorang akhwat lain hadir. Gadis jepang mualaf yang baru memeluk Islam dua bulan lalu. Hangat mengajakku bercakap-cakap lalu membekaliku sekotak Kurma lezat. Allah selalu punya kejutan manis.
Kembali ke Osaka, kembali ke keramaian stasiun dengan orang-orang yang sibuk berlarian ke sana kemari. Seorang gadis remaja tersenyum saat kutangkap ia menatapku. Dibalut seragam sekolah yang familiar kutemukan dalam komik, ia tersenyum setiap kali berpapasan dengan mataku. Mungkin wajahku yang asing menarik minatnya, atau mungkin jilbabku. Beberapa kali itu terjadi di kereta dan aku menikmati tatapan ingin tahu mereka. Karena di negara ini, sulit memperoleh tatapan itu. Perempuan-perempuan berpakaian nyaris telanjang tak sama sekali digubris para pria. Dinginnya pria Jepang dan "terbuka"nya perempuan negri ini adalah kontras yang menarik.
Matahari kembali terbit memberiku semangat mendaki Gunung Sosha. Mereka bilang di sana "The Last Samurai" dibuat, maka aku hadir untuk melihat, meski sampai kini belum kutoton film "Tom Cruise" itu. Sendiri tapi tak kesepian. Selalu ada saja teman baru di perjalanan dan Allah serta suami di hati. Kudaki gunung itu bersama para kakek dan nenek hingga akhirnya terpana dengan nuansa di area Daikodo, Jikido, dan Jyogyodo. Terlepas dari patung-patung yang mengerikan di area Jikido, secara keseluruhan aku bisa merasakan sprit dan semangat menempa diri, sesuatu yang belum pernah kurasakan sebelumnya. Sungguh tidak menyesal sudah mendaki, kedinginan, dan kelelahan.
Perjalanan pulang selalu lebih mudah. Mampir di Kokoen garden, di samping Himeji Castle lalu lekas menuju stasiun Himeji, karena tak mungkin mampir di Kastil Himeji dalam suasa sepadat itu. Saat puncak musim semi. Saat puncak mekarnya sakura. Lagi-lagi sendiri berpindah dari satu kereta ke kereta lainnya. Sempat berteman seorang nenek yang baik hati hingga tiba-tiba muncul seorang teman sesama program HUSA. Ah, Allah selalu membuatku kagum. Dia memberiku teman perjalanan. Rita, gadis jerman-India, rupanya sedang menuju Saijo pula setelah mengantar kekasihnya ke Kansai Airport. Maka perjalanan pulang menjadi lebih manis dan aku tiba dengan selamat dan bahagia di Asrama Universitas Hiroshima. Alhamdulillah. Terimakasih pada semua yang membantu selama perjalanan: mas-mas polisi Kobe, bapak-bapak Satpam yang menunjukkan letak kantor polisi Kobe, Ibu yang menjelaskan makna Engryoji temple di gunung Sosha, nenek yang bersemangat menunjukkan rute kereta, mas penjaga hotel yang menjemputku di stasiun Shin imamiya--setelah nyasar saat berusaha menemukan Toyo Hotel, Aisyah--muslimah di masjid Kobe, Rita, dan orang-orang yang membantuku hingga semua bisa teratasi meski sendiri. Perjalanan luar biasa bermakna... Alhamdulillah.
(Saturday, April 10, 2010)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar