Cause YOU bring out the best in me
Like no one else can do
That`s why I am by YOUR side
That`s why I love YOU (Best in me, Blue)
Rabbi…
when the night getting colder
And the light is gone
I think I am not afraid anymore
Sudah lama tertarik dengan Sufi. Juga dengan rabiah Al-Adawiyah. Ketertarikan yang memuncak setelah membaca novel “Sang Raja Jin” karya Irving Kratchmar. Maka datanglah aku bersama sobatku, menemui seorang anak filsafat yang konon kabarnya paham soal sufi. Bukan penganut tarekat tertentu sih, tapi setidaknya dia paham lah (dibandingkan aku hehehe).
Setelah bertemu barulah aku merasakan kedudulanku, karena aku bertemu dengan tangan kosong. Tanpa perbekalan pengetahuan yang cukup memadai, setidaknya untuk mengajukan pertanyaan yang spesifik. Betapa mata kuliah “Metode Wawancara” 2 SKS terasa amat bermanfaat. Seharusnya aku baca dulu soal sufi, nyusun daftar pertanyaan, baru deh ketemu narasumber. Tapi ya sudahlah, sudah berada di hadapan narasumbernya nggak mungkin diem aja kan.Ya sudahlah aku minta tolong dijelasan apa itu sufi secara jeneral. Walhasil narasumber-nya bingung mau jelasin darimana, khawatir aku udah tahu apa-apa yang akan ia bicarakan. Aku bilang aja kalo aku siap mendengarkan apapun, karena aku sedemikian nggak pahamnya. See betapa dudulnya!!.
Sufi dituduh sebagai penyebab kemunduran dalam Islam. Banyaknya penyimpangan yang dilakukan oknum sufi menyebabkan cap itu dilekatkan pada mereka. Ibarat suatu ruangan yang terdiri orang-orang baik dan tidak baik, tapi ruangannya gelap, sulit untuk membedakan mana yang baik dan buruk, akibatnya ruangan itu dikunci saja. Masih abstrak. Okey, apa inti sufi?. Keadilan. Menempatkan sesuatu sesuai tempatnya. Kalau ditanya siapa yang menyembuhkan manusia ketika sakit?. Yup! Allah swt. Lalu kalo ada orang sakit trus sembuh setelah diobati oleh dokter, siapa yang menyembuhkannya?. Allah swt atau dokter itu?. See bagaimana seharusnya menempatkan sesuatu sesuai konteksnya.
Omong-omong soal keadilan, itu inti dari ajaran Islam. Karen Amstrong bilang dalam bukunya “Muhammad”, kalo dalam ajaran Kristen: “jika pipi kananmu ditampar, berikan pipi kirimu”, dalam Islam “Jika pipi kananmu ditampar, silahkan tampar pipi kanan orang yang menampar itu. Tapi kalo kamu maafin itulah yang mulia.” Keadilan!. (Nggak pake sejahtera—atau pake aja ya enaknya?)
Balik lagi ke sufi. Ilmu dan amal harus berjalan beriringan. Pembimbing skripsi (PS)-ku bilang, ketika kita dapat ilmu, kita bertanggungjawab untuk mengamalkannya (Rupanya PS-ku pun suka sufistik). Bertanggungjawab pula untuk membagi ilmu tersebut pada orang lain. Selain itu, kudu tau juga buat apa kita belajar sesuatu. Kalo ditanya kenapa nanya-nanya soal Sufi atau bahkan kenapa belajar Psikologi. Aku Cuma bisa jawab, “pengen tahu”. Gak bisa begitu!. Aku harus tahu setelah tahu diapakan, lalu bagaimana. Jadi inget skripsiku soal pembelajaran dan pengajaran kontekstual. Pembelajar perlu menemukan makna, apa gunanya suatu materi akademis yang dipelajari. Kalo sudah tahu, paham, lalu bisa dipake buat apa?. Ya, kedudulan kedua adalah, aku bikin skripsi tentang sesuatu yang belum aku lakukan. Tapi ilmu dan amal kan beriringan, jadi bisa sambil jalan dua-duanya diperbaiki dong ya? (membela diri).
Makin abstrak saja apa itu sufi. Sementara ini hasrat ingin tahu itu kupinggirkan dulu, mengingat Bab 2 skipsi sudah harus didiskusikan bersama PS, Jumat pagi tanggal 24 Januari 08. Alhamdulillah, sejauh ini menyenangkan sekali mengerjakan skripsi bersama Disa dan pembimbing skripsi yang sangat sabar dan mendukung lekas terselesaikannya proyek ini. Moga terus Engkau Mudahkan Ya Rabbi, Amin.
Btw, lagi baca “Sejarah Tuhan” karya Karen Amstrong, hoho banyak istilah filosofis yang membuatku terbata-bata, tapi tetep pengen banget lekas menyelesaikan buku itu. Btw lagi, ngeliat buku “Harry Potter and Deathly Hollow” tergeletak begitu saja di kosan Disa, bikin ngiler… huhu…buku..buku… nggak kebayang dunia tanpa buku…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar